Genesa
Umum Nikel Laterit
Berdasarkan
cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan
sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat
injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan
batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut
Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan
induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah
larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil
dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan
konsentrasi sisa.
Air
permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh
material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah
sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat
fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit
yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak
stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan
terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral
baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt
(1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral
olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung
0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan
lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh –
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium,
besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi
koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan
besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya
endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti
karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap
dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah
proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit
pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co
(Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang
terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit
dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit,
hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Besi
dan Alumina Laterit
Besi
dan alumina laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel
laterit, salah satu produk laterit adalah besi dan almunium. Pada profil
laterit terdapat zona-zona di antaranya zona limonit. Zona ini menjadi zona
terakumulasinya unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar
dari pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang
komposisinya berupa mineral olivine dan piroksin.
Faktor
yang sangat mempengaruhi sangat banyak salah satunya adalah pelapukan kimia.
Karena adanya pelapukan kimia maka mineral primer akan terurai dan larut.
Faktor lain yang sangat mendukung adalah air tanah, air tanah akan melindi
mineral-mineral sampai pada batas antara limonit dan saprolit, faktor lain
dapat berupa PH, topografi dan lain-lain.
Endapan
besi dan alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di
dominasi oleh Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi,
Gibbsite (Al2O3.3H2O), Clinoclore (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral
hydrous silicates lainnya (mineral lempung). Bijih besi dapat terbentuk secara
primer maupun sekunder.
Proses pembentukan bijih besi
primer berhubungan dengan proses magmatisme berupa gravity settling dari besi
dalam batuan dunit, kemudian diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma
yang diakhiri oleh proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik.
Jenis cebakan bijih besi primer didominasi magnetit– hematite dan sebagian
berasosiasi dengan kromit – garnet, yang terdapat pada batuan dunit terubah dan
genes-sekis.
Besi
yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan
peridotit yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara
intensif karena pengaruh faktor-faktor kemiringan lereng yang relative kecil,
air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang kadang-kadang
masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil –
kerakal. Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan
oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan
melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi. Bijih
besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative
landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu
factor utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar
daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative
dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil
lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut
: zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak
di atas batuan asalnya (ultrabasa).
Zona
pelindian yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk
apabila aliran air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi
yang sesuai untuk membentuk endapan bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu
daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama. Ketebalan zona ini sangat
beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim
kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan permeabilitas
dalam zona limonit.
Derajat
serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona
saprolit, ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa
yang keras sebagai bentukan dari peridotit/piroksenit yang sedikit
terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang kuat dapat
menghasilkan zona saprolit.
Fluktuasi air tanah yang kaya
CO2 akan mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan melarutkan
mineral mineral yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si,
dan Ni dari batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk mineral-mineral
baru pada saat terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur yang tertinggal
seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam zona limonit akan terikat sebagai
mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit, goetit,
manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg
dan Si tersebut, maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak
mengandung bongkah-bongkah batuan asal. Sehingga kadar hematit unsur residu di
zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk pengayaan Fe2O3
hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar
5% .
Besi
laterit
Mineral ini terbentuk dari
pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini merupakan
golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk dari
unsur besi dan oksida atau FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses
oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi atau proses hidroksil menjadi
Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi asam
sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada
zona limonit.
Alumina
Unsur Al hadir dalam mineral
piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti Clinochlor
(5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat tidak larut
pada air tanah yang ber Ph antara 4-9.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Waheed
Ahmad, Nikel Laterite Manual, 2001,.
-
Nikel
Laterit, Wikipedia Indonesia, ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia
-
Ni-Laterite
Short Course Manual
-
Pardianto,
bambang. dkk, Kelompok Kerja Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi, diakses
tanggal 27 September 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar