"Geology is science of the earth"

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Twitter

Rabu

Bijih Laterit


Genesa Umum Nikel Laterit

Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).

Besi dan Alumina Laterit

Besi dan alumina laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel laterit, salah satu produk laterit adalah besi dan almunium. Pada profil laterit terdapat zona-zona di antaranya zona limonit. Zona ini menjadi zona terakumulasinya unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar dari pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang komposisinya berupa mineral olivine dan piroksin.
Faktor yang sangat mempengaruhi sangat banyak salah satunya adalah pelapukan kimia. Karena adanya pelapukan kimia maka mineral primer akan terurai dan larut. Faktor lain yang sangat mendukung adalah air tanah, air tanah akan melindi mineral-mineral sampai pada batas antara limonit dan saprolit, faktor lain dapat berupa PH, topografi dan lain-lain.
Endapan besi dan alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di dominasi oleh Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi, Gibbsite (Al2O3.3H2O), Clinoclore (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral hydrous silicates lainnya (mineral lempung). Bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder.
Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik. Jenis cebakan bijih besi primer didominasi magnetit– hematite dan sebagian berasosiasi dengan kromit – garnet, yang terdapat pada batuan dunit terubah dan genes-sekis.
Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan peridotit yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara intensif karena pengaruh faktor-faktor kemiringan lereng yang relative kecil, air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang kadang-kadang masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil – kerakal. Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi. Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan asalnya (ultrabasa).
Zona pelindian yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk apabila aliran air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi yang sesuai untuk membentuk endapan bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama. Ketebalan zona ini sangat beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan permeabilitas dalam zona limonit.
Derajat serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona saprolit, ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras sebagai bentukan dari peridotit/piroksenit yang sedikit terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang kuat dapat menghasilkan zona saprolit.
Fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan melarutkan mineral mineral yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si, dan Ni dari batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk mineral-mineral baru pada saat terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam zona limonit akan terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit, goetit, manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg dan Si tersebut, maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak mengandung bongkah-bongkah batuan asal. Sehingga kadar hematit unsur residu di zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk pengayaan Fe2O3 hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar 5% .

Besi laterit

Mineral ini terbentuk dari pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini merupakan golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk dari unsur besi dan oksida atau FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi atau proses hidroksil menjadi Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi asam sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada zona limonit.

Alumina

Unsur Al hadir dalam mineral piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti Clinochlor (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat tidak larut pada air tanah yang ber Ph antara 4-9.



DAFTAR PUSTAKA

-          Waheed Ahmad, Nikel Laterite Manual, 2001,.
-          Nikel Laterit, Wikipedia Indonesia, ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia
-          Ni-Laterite Short Course Manual
-          Pardianto, bambang. dkk, Kelompok Kerja Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi, diakses tanggal 27 September 2007



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner