BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Geologi
merupakan ilmu yang mempelajari tetang bumi dan juga segala isinya serta
aspek-aspek yang berpengaruh didalamnya. Pada dasarnya bumi ini bersifat
dinamis dimana bumi ini selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan
ini akan selalu terjadi dalam skala local maupun regional. Oleh karena sifat
bumi yang selalu bergerak, maka sangatlah perlu dilakukan penelitian yang
khusus terhadap pergerakan bumi ini serta pengaruh terhadap kehidupan manusia.
I.2.
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud
dari diadakan praktikum Geologi Struktur yang dilakukan di daerah Tenggarong
Propinsi Kalimantan Timur, agar para mahasiswa dapat mengetahui gejala-gejala
struktur yang ada di lapangan dan selanjutnya dapat menginterpretasikan
berdasarkan data struktur yang telah diperoleh.
Adapun tujuan dari diadakan
praktikum Geologi Struktur yang dilakukan di daerah Tenggarong Propinsi
Kalimantan Timur adalah agar :
- Mahasiswa
dapat mengetahui kondisi struktur geologi yang ada pada daerah tenggarong
dan sekitarnya.
- Mahhasiswa
dapat menganalisa struktur-struktur geologi yang ada pada daerah
penelitian berdasarkan pada pengolahan data yang telah diambil datanya.
- Mahasiswa
dapat meengetahui macam-macam struktur pada daerah penelitian berdasarkan
analisis data-data diperolehkan.
- Mahasiswa
dapat mengetahui meknisme struktur geologi pada daerah tenggarong dan
sekitarnya.
I.3.
Lokasi, Waktu dan Tempat
Secara
administrative, daerah pelaksanaan praktikum berada pada daerah Ranggo,
Propinsi Jambi. Praktikum Geologi Struktur ini dilaksanakan sejak tanggal,xxxx
hingga tanggal xxxx di laboratorium geologi struktur Universitas xxxx.
I.4.
Metode dan Tahapan Praktikum
Dalam melakukan praktikum di daerah Ranggo
dan sekitarnya dilakukan beberapa metode praktikum antara lain:
1. Tahap
Persiapan
Pada
tahap ini dilakukan persiapan administrasi berupa perizinan baik dari pihak
Universitas Kutai Kartanegara maupun Pemerintah daerah serta persiapan teknis
menyangkut peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian seperti peta
dengan skala yang di tentukan, kompas geologi, GPS, dan alat-alat lainnya yang
diperlukan dalam kegiatan penelitian tersebut. Dalam tahap ini juga dilakukan
studi literature untuk memperoleh gambaran umum mengenai daerah penelitian yang
selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan.
2. Tahap
pelaksanaan Praktikum
Pelaksanaan praktikum
di lapangan merupakan tahapan pengambilan data-data geologi pada lokasi
penelitian melalui pencatatan data-data geologi permukaan berupa pencatatan
data lapangan pada buku lapangan, pengambilan conto batuan.
3. T
ahap Pengolahan data
Pada
tahap ini semua data yang telah diamati di lapangan diolah dalam bentuk
pengukuran kekar, gambar profil kekar, pengukuran kedudukan batuan, sketsa
kekar, dibuat dalam laporan
sementara yang selanjutnya untuk dianalisa dan di interpretasika
4. Tahap
penyusunan laporan
Setelah data-ddata
diolah dan di interpretasikan, maka hasil penelitian disusun dalam suatu
laporan ilmiah. Laporan ini memuat semua data lapangan, hasil analisis dan
interpretasi secara sistematik berupa uraian deskriptif.
I.5.
Alat dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum geologi struktur ini antara lain
:
1. Peta
lintasan
Untuk
membantu Dalam mengetahui posisi dan sebagai penunjuk daerah penelitian.
2. Kompas
geologi
Kompas
geologi digunakan untuk mengukur kedudukan batuan, mengukur arah atau slope.
3. Palu
geologi
Palu
geologi digunakan untuk membantu mengambil sample batuan
4. GPS
( global position system )
Digunakan
untuk menentukan koordinat posisi lapangan
5. Betel
Betel
digunakan juga dalam pengambilan sample lunak
6. Kantong
sample
Kantong
sample merupakan tempat untuk menyimpan sample dan memberi label sehingga mudah
dikenali.
7. Spidol
permanen
Digunakan
dalam pemberian label dikantong sample.
8. Larutan
HCL
Digunakan
sebagai uji sifat kimiawi pada batuan, apakah bersifat karbonat atau silica.
9. Mistar
dan busur derajat
Digunakan
sebagai alat untuk membantu pengeplotan data
10. Klip
board
Digunakan
sebagai alas dalam pencatatan data lapangan serta alat Bantu dalam kedudukan
batuan.
11. Klip
dan Hecter
Digunakan
untuk menghecter kantong sampeltempat sample
12. Kertas
kuarto
Digunakan
dalam pencatatan data diluar buku lapangan
13. Buku
Lapangan
Digunakan
untuk mencatat data-data lapangan atau merekam data
14. Roll
meteran
Digunakan
untuk mengukur jarak lintasan
15. Lup
Digunakan
untuk melihat mineral pada batuan
16. Komparator
Merupakan alat
kesebandingan dalam penamaan batuan
17. Pita
meter
Untuk mengukur dimensi
singkapan
18. Pensil
warna
Digunakan
untuk memberi simbol warna terhadap data litologi yang diperoleh
19. Alat
tulis menulis
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Geometri Unsur Struktur
Unsur-unsur struktur
geologi di alam, yang umumnya di lapangan dijumpai berupa singkapan-singkapan
struktur pada batuan yang terdeformasi, sebenarnya bentuk-bentuk geometrinya
dapat disederhanakan menjadi geometri yang terdiri dari struktur bidang dan
struktur garis.
Unsur-unsur secara
geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu: Geometris
bidang (Struktur bidang : bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu
lipatan, dll) dan Geometris garis (Struktur garis : goresgaris, perpotongan 2
bidang, liniasi, dll).
Pemecahan
masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur
garis seperti : masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur
bidang dan struktur garis, misalnya : menentukan panjang dari segmen garis,
sudut anatara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara garis dan
bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.
Adapun salah satu cara
pemecahan masalah geometridalam geologi struktur adalah dengan metode geometri
deskriptif, yang meliputi metode grafis dan proyeksi. Dimana dalam analisa dan
pemecahan masalahnya bentuk dan posisi obyek struktur yang yang tadinya di alam
memiliki kenampakan tiga dimensi diubah menjadi dua dimensi.
Kelemahan dari metode
ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor : skala
penggambaran, ketelitian alat gambar dan tingkat keterampilan si penggambar.
Namun dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif
dan proyeksi stereografis), metode ini dapat lebih cepat untuk memecahkan
masalah struktur bidang dan struktur garis karena secara langsung berhubungan
dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mudah dipahami.
Di dalam metode grafis
ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi
(bidang horizontal dan vertikal) dengan cara menarik garis-garis proyeksi dan
saling sejajar satu sama lain.
2.1.1
Struktur Bidang
Struktur
bidang dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi “struktur bidang riil”
dan “struktur bidang semu”.
-
Struktur bidang riil, artinya bentuk dan
kedudukannya dapat diamati secara langsung di lapangan, anatara lain adalah :
bidang perlapisan, bidang ketidakselarasan, bidang sesar, bidang foliasi dan
bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan
kedudukan bidang-bidang yang terlipat.
-
Struktur bidang semu, artinya bentuk dan
kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari hasil analisa struktur
bidang riil yang lain, contohnya adalah bidang poros lipatan.
Dikaitkan dengan
penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dapat dibedakan menjadi
struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang
termasuk dalam struktur primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi, bidang
rekah kerut (mud crack), bidang kekar kolom (columnar joint), pada batuan beku,
dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam struktur bidang sekunder
adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan.
Pada umumnya struktur
bidang dinyatakan dengan istilah-istilah : jurus (srike) dan kemiringan (dip).
2.1.1.a.
Definisi Istilah-Istilah Struktur Bidang
- Jurus (strike) : Arah dari garis horizontal yang
merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal,
besarnya diukur dari arah utara.
- Kemiringan (dip) : Sudut kemiringan terbesar yang
dibentuk oleh bidang miring dengan bidang hortizontal dan diukur tegak lurus
terhadap jurus.
2.1.1.b.
Cara Penulisan (Notasi) dan Simbol Struktur Bidang
Untuk
menyatakan kedudukan suatu struktur
bidang secar tertulis agar dengan mudah dan cepat dipahami, dibutuhkan suatu
cara penulisan dan simbol pada peta geologi. Penulisan (notasi) struktur bidang
dinyatakan dengan :
-
Jurus / kemiringan
·
Sistem Azimuth : hanya mengenal satu
tulisan yaitu N X° E/ Y° besarnya X° antara 0° - 360° dan besarnya Y° antara 0°
- 90°.
·
Sistem Kwadran : penulisan tergantung
pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai beberapa cara penulisan,
misalnya :
Sistem
azimuth : N 145° E/ 30°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35° W/ 30°
SW.
NO
|
AZIMUT
|
SIMBOL
|
KUADRAN
|
1
|
N 175° E / 25°
|
|
S 5° E / 25° SW
|
2
|
N 280° E / 15°
|
|
N 80° W / 15° NE
|
3
|
N 60° E / 20°
|
|
N 60° E / 20° SE
|
4
|
N 35° E / 10°
|
|
N 35° E / 10° SE
|
5
|
N 320° E / 35°
|
|
N 40° W / 35° NE
|
Table 2.1 notasi symbol
2.1.1.c.
Cara Mengukur Struktur Bidang Dengan Kompas Geologi
1. Pengukuran
Jurus (strike)
Bagian
sisi kompas (sisi “E”) ditempel pada bidang yang akan diukur, kedudukan kompas
dihorizontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo “mata sapi” (Bull’s
Eye Level), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus
bidang yang diukur. Berilah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah
jurusnya.
2. Pengukuran
Kemiringan (Dip)
Kompas
pada posisi tegak, tempelkan sisi “W” kompas pada bidang yang diukur dengan
posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir
(1). Kemudian clinometer diatur sehingga gelembung udaranya tepat berada di
tengah (posisi level). Maka harga yang ditunjuk oleh penunjuk pada skala
clinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.
2.1.1.d.
Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang
Aplikasi
yang diuraikan di sini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang
antara lain :
a. menentukan
kemiringan semu
b. menentukan
kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama (gambar
dilampirkan)
c. menentukan
kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda (gambar
dilampirkan)
d. menentukan
kedudukan bidang berdasarkan problema tiga titik (three point problem). (gambar
dilampirkan)
Adapun
penjabarannya sebagai berikut :
a.
Menentukan
Kemiringan Semu
Suatu
bidang ABCD dengan kedudukan N X° E/ Y°, berapakah kemiringan semu yang diukur
pada arah N Y° E.
-
Cara penyelesaian secara grafis :
(1) Buat
proyeksi horizontal bidang ABCD pada kedalaman “d”, yaitu dengan membuat dua
jurus yang selisih tingginya “h” dengan besar kemiringan yang diketahui.
(2) Gambar
proyeksi horizontal garis dengan arah N Y° E, sehingga memotong jurus yang
lebih rendah di titik “L” (garis AL).
(3) Buat
garis sepanjang “d” melalui L dan tegak lurus terhadap garis AL (garis AK)
(4) Hubungkan
“A” dan “K”, maka sudut KAL adalah kemiringan semu.
b.
Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua
Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama
Dari
lokasi O, terukur dua kemiringan semu, masing-masing sebesar α°1 pada arah N X°
E dan α°2 pada arah N Y° E. Tentukan kedudukan bidang ABFE.
-
Langkah-langkah/ konstruksi :
(1) Gambarkan
rebahan masing-masing kemiringan semu sesuai dengan arahnya dari lokasi O (pada
kedalaman “d”).
(2) Hubungkan
titik D dengan C, maka DC merupakan proyeksi horizontal jurus bidang ABFE.
(3) Buat
melalui O garis tegak lurus DC dan memotong di L.
(4) Ukurkan
LK sepanjang “d” maka sudut KOL adalah dip dari bidang ABFE.
(5) Kedudukan
bidang ABFE adalah N Z° E/ β°
c.
Menentukan
Kedudukan Bidang dari Dua kemiringan Semu pada Ketinggian yang Berbeda
Pada
lokasi O ketinggia 400 meter terukur kemiringan semu α°2 pada arah N Y° E, dan
pada lokasi P ketinggian 300 meter terukur kemiringan semu α°1 pada arah N X°
E. Letak lokasi P terhadap O sudah diketahui.
-
Konstruksi :
(1) Gambarkan
rebahan kemiringan semu di O dan P sesuai arah dan besarnya.
(2) Gambarkan
lokasi ketinggian 300 meter pada jalur O, yaitu lokasi Q.
(3) Garis
PQ adalah proyeksi horizontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 meter.
(4) Buat
melalui O garis tegak lurus PQ, yaitu garis OT
(5) Ukurkan
RT sepanjang “d”, maka sudut TOR
(6) Maka
kedudukan bidang ABFE adalah N Z° E/ β°.
d.
Menentukan
Kedudukan Bidang Berdasarkan Problema Tiga Titik (Three Point Problem)
Maksudnya
adalah menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan
ketinggiannya, dimana titik tersebut terletak pada bidang rata yang sama. Dan bidang
tersebut tidak terlipat/ terpatahkan serta ketiga titik tersebut ketinggiannya
berbeda.
-
Diketahui tiga titik masing-masing : A
ketinggian 750 m, B ketinggian 500 m, dan C ketinggian 200 m. untuk menyamakan
interval tiap masing-masing ketinggian maka diberi titik D dengan ketinggian 250 m. Jadi beda tinggi antara
titik A, B, D adalah 250 m.
-
Ketiga titik tersebut terletak pada
bidang PQRS. Tentukan kedudukan bidang PQRS.
Ø Langkah-langkah/
Kontruksi :
(1) Buat
tiga titik dengan ketinggian yang berbeda, masing-masing titik yaitu A
ketinggiannya 750 m, B ketinggiannya 500 m, dan C ketinggiannya 200 m.
(2) Agar
interval masing-masing titik sama, maka beri lagi satu titik yaitu titik D
dengan ketinggian 250 m yang terletak di atas titik C.
(3) Hubungkan
ketiga titik tersebut, yaitu titik ABD. Maka akan membentuk suatu segitiga.
(4) Dip
(α) terletak antara titik A dan D yaitu pada ketinggian 500 m. Dan untuk
mencari dip (α) dengan menggunakan rumus di bawah ini :
DIP
(a)
= BT (BEDA TINGGI) / JARAK
=
750 M – 500 M / 750 M
=
250 / 750
=
0,33
Jadi tan-1
0,33 = 18,20o
2.1.2
Struktur Garis
Seperti
halnya dengan struktur bidang, struktur garis dalam Geologi Struktur dapat
dibedakan menjadi ” Struktur garis riil “ dan “ struktur garis semu”.
-
Struktur garis riil adalah : struktur
garis yang arah dan kedudukanya dapat diamati langsung dilapangan. Misalnya :
gores garis yang terdapat dalam bidang sesar.
-
Struktur garis semu adalah : semua
struktur garis yang arah dan kedudukannya ditafsirkan dari orientasi
unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi. Misalnya : liniasi
fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam batuan beku, arah liniasi
struktur sedimen (flute cast, cross beeding) dsb. Juga dapat dimasukkan di sini
kelurusan-kelurusan sungai, topografi dsb.
Berdasarkan
saat pembentukannya struktur garis dapat dibedakan menjadi “struktur garis
primer” dan “struktur garis sekunder”. Dari contoh-contoh struktur garis yang
disebutkan di atas, yang termasuk “struktur garis primer” adalah : liniasi atau
pejajaran mineral-mineral pada batuan beku tertentu, arah liniasi struktur
sedimen. Dan yang termasuk “struktur garis sekunder” adalah : gores-garis,
liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan
kelurusan-kelurusan : topografi , sungai, dsb.
Kedudukan struktur garis dinyatakan
dengan istilah – istilah :
“arah penunjaman” (trend), “penujaman”
(plunge), “arah kelurusan” (bearing), dan “Rake” atau “Pitch”.
2.1.2.a.
Definisi Istilah-Istilah dalam Struktur Garis
- Arah
penunjaman (trend) : jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukkan
arah penunjaman garis tersebut (hanya menunjukkan satu arah tertentu).
- Arah
kelurusan (bearing) : Jurus dari bidang vertical yang melalui garis tetapi
tidak menunjukkan arah penunjaman garis tersebut (menujukkan arah-arah dimana
salah satu arahnya merupakan sudut pelurusannya).
- Rake
(pitch) : besar sudut antara garis dengan garis horizontal, yang diukur pada
bidang dimana garis tersebut terdapat. Besarnya rake sama dengan atau lebih
kecil 90o.
2.1.2.b.
Cara Penulisan (Notasi) dan Simbol Struktur Garis
Untuk menyatakan
kedudukan suatu struktur garis secara tertulis dan suatu cara penulisan simbol
pada peta geologi.
Penulisan
notasi struktur garis dinyatakan dengan: “Plunge, trend (arah penunjaman)”.
Sistem Azimuth : hanya
mengenal satu penulisan yaitu Yo, N
Xo E.
-
Xo adalah “trend”, besarnya :
0o – 360o
-
Yo adalah “plunge”, besarnya : 0o –
90o (sudut vertical).
Sistem Kwadran :
penulsan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai
beberapa cara penulisan, misalnya :
-
Sistem azimuth : 30, N 45o E
maka menurut sistem kwadran adalah : 45o, N 45o E.
-
Sistem Azimuth : 45o, N 90o
E maka menurut sistem kwadrannya adalah : 45o, N 90o E
atau 45o, S 90o E.
2.1.2.c. Aplikasi Metode Grafisi I Untuk
Struktur Garis
Aplikasi
yang akan dibahas di sini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis,
antara lain :
a. Menentukan
“pluge” dan “rake” sebuah gasis pada suatu
bidang (gambar dilampirkan).
b. Menentukkan
kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang (gambar dilampirkan) .
Adapun
penjabarannya sebagai berikut :
a.
Menentukan
“plunge” dan “rake” sebuah garis pada sebuah bidang
Diketahui
data dari hasil pengukuran didapat kedudukan N 0o E / 45o,
dengan arah penunjaman N 135o
E. Dengan ketinggian 30 m, skala 1 : 10000. Tentukan besar “plunge” dan “rake”.
- Penyelesaian secara grafis
(1) Buat
proyeksi horizontal / garis tegak lurus dengan kedalaman ‘d’.
(2) Dari
titik ‘O’ buat garis dengan arah N 135o E, sehingga memotong jurus
pada kedalaman ‘d’ di titik ‘C’.
(3) Melalui
‘C’ buat garis CD (panjangnya = d) tegak lurus OC, maka sudut COD adalah garis
besarnya “plunge” = 35o.
(4) Putarlah
dengan jangka dari titik O sampai ketitik A’ (garis OA’) ketitik B.
(5) Dari
B buat garis sejajar (OS), maka garis ini merupakan jurus pada kedalaman ‘d’.
(6) Buatlah
melalui C garis tegak lurus pada garis butir (5), secara memotong dititk E.
(7) Hubungan
titik ‘E’ dengan titik ‘O’ maka sudut ‘EOS’ adalh besarnya “rake” 55o.
b.
Menentukan
kedudukan garis hasil perpotongan dua buah bidang
Diketahui
2 perpotongan bidang suatu pengukuran batupasir dengan kedudukan bidang yaitu N
48o E / 30o terpotong dike dengan kedudukan N 21o
E / 50 NE. Tentukan kedudukan jalur perpotongannya dimana ketinggian batupasir
adalah 200 m dengan skala 1 : 10000.
- Penyelesaian secara grafis :
(1) Gambar
garis jurus sesuai dengan dengan arah jurus dari batupasir dan dike serta
berpotongan di A.
(2) Gambarkan
proyeksi horizontal batupasir dan dike pada kedalaman ‘d’ dengan menggunakan B’
dan C’, seningga tergambar jurus dengan kedalaman ‘d’ dari batupasir dan dike
serta berpotongan di D.
(3) Garis
AD adalah proyeksi horizontal jalur perpotongan. Tentukan bearingnya, yaitu
dengan mengukur sudut antara garis AD terhadap arah utara, terhitung 0o,
jadi bearingnya N 0o E.
(4) Melalui
D buat garis DE (panjang = d) tegak lurus AD. Sudut DAE adalah plunge = 24o.
(5) Putar
bidang batupasir dan dike sampai posisi horizontal, maka tergambar rebahan
masing-masing jurus pada kedalaman ‘d’.
(6) Buat
garis DF dan DG yang masing-masing tegak
lurus pada garis jurus.
(7) Buat garis DF adalah rebahan AE pada batupasir
dan AG adalah rebahan pada AE pada dike.
-
Sudut BAF adalah rake pada batupasir =
53o
-
Sudut CAG adalah rake pada dike = 34o
-
Jadi kedudukan garis potongannya adalah
24o, N 0o E.
Rake pada
batupasir = 53o
Rake
pada dike = 34o
2.2
Tebal Dan Kedalaman
Penentuan tebal dan
kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode
grafis dan goneometris.tebal merupakan jarak tegak lurus antara dua bidang yang
sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan. Ketebalan : jarak vertical dari
ketinggian tertentu ( permukaan air laut ) kearah bawah terhadap suatu titik,
garis, atau bidang. Biasanya menjadi acuan untuk melakukan suatu pengeboran.
Tebal
Tebal merupakan jarak tegak lurus antara
dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan. Secara garis
besar, masalah-masalah penentuan ketebalan dapat dibedakan atau dibagi
berdasarkan cara perhitungannya menjadi :
a. Perhitungan
berdasarkan pengukuran lansung.
b. Perhitungan
berdasarkan pengukuran tidak langsung
2.2.1.a.
Perhitungan ketebalan secara langsung
Perhitungan secara
langsung ini dapat dilakukan di lapangan dengan syarat kemiringan lereng tegak
lurus dengan kemiringan lapisan seperti :
Ø Medan
datar / tak berelief dengan lapisan
relatif tegak.
Ø Medan
vertikal dengan lapisan relatif horizontal.
2.2.1.b.
Perhitungan ketebalan secara tidak langsung
Perhitungan secara
tidak langsung ini dapat dilakukan sengan bermacam-macam cara tegantung pada
keadaan topografi dan kedudukan lapisan batuan.
Salah
satu metode yang sering diterapkan di lapangan adalah “MS (measuring section)”. Unsur-unsur yang dijumpai di lapangan yang
dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah :
-
Tebal semu (w)
-
Tebal sebenarnya (t)
-
Lebar singkapan (s)
-
Dip / kemiringan lapisan batuan (αo)
-
Besar sudut lintasan terhadap arah jurus
lapisan (δo)
-
Besar sudut kemiringan lereng / slope (βo)
-
Arah kemiringan perlapisan (D)
-
Arah perlapisan (R)
Data-data
yang diperoleh ini memasukkan ke dalam rumus-rumus geometri yang sesuai dengan
dengan kondisi medannya apakah datar atau miring dan arah pengukuran lintasan
apakah tegak lurus jurusan lapisan atau tidak.
Adapun rumus-rumus yang
digunakan dalam perhitungan ketebalan adalah sebagai berikut :
Ø Rumus
untuk lintasan tegak lurus jurus
-
Bila lereng horizontal (gambar 2.2.1.F), maka berlaku rumus :
t = w sin αo……………………….. (rumus 1)
-
Dip lebih besar dari pada slope (gambar
2.2.1.E), maka digunakan rumus :
t = w sin (180 – α – β )
……........... (rumus 2)
-
Dip
lebih kecil dari slope (gambar
2.2.1.C), maka digunakan rumus :
t = w sin (α + β)………………….. (rumus 3)
- Dip lebih
besar dari slope (gambar 2.2.1.D, rumusnya:
t = w cos (90o – α – β ) ……........... (rumus 4)
-
Bila kemiringan lapisan 90o
(gambar 2.2.1.G, rumusnya:
t = w cos β
……............................ (rumus 5)
-
Untuk beta lebih besar dari alfa
(gambar 2.2.1.A), rumusnya:
t = w sin (β – α) ……..................... (rumus 6)
-
Untuk beta lebih kecil dari alfa
(gambar 2.2.1.P), maka rumusnya:
t = w sin (α – β ) …….................... (rumus 7)
Ø Rumus
untuk lintasan tidak tegak lurus jurus
-
Bila lereng horizontal, maka:
t = w sin β . sin α……………………….. (rumus 8)
-
Kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan lapisan, digunakan rumus :
t = w (sin β . cos α + cos β . sinα
. sin δ) ……........... (rumus 9)
-
Kemiringan lereng searah dengan kemiringan
perlapisan dan beta lebih besar dari alfa, maka digunakan rumus :
t = w (sin β . cos α - cos β . sinα . sin
δ) ……........... (rumus 10)
- Kemiringan
lereng searah dengan kemiringan perlapisan dan beta lebih kecil dari alfa, maka
digunakan rumus:
t
= w (cos β . sin α . sin δ - sin β . cosα ) ……........... (rumus 10)
Untuk
menentukan ketebalan suatu lapisan, maka perlu kita memperhatikan lintasan yang
dilalui pada saat pengukuran, adapun tujuan melakukan lintasan ialah mengamati
sebanyak mungkin keadaan geologi dan hal-hal yang dibutuhkan. Serta untuk
melakukan pengukuran struktur dan pengambilan contoh batuan. Hasilnya dapat
digunakan untuk membuat peta dan penampang geologi serta kolom stratigrafi.
Untuk menghasilkan ketepatan yang akurat lintasan yang dilakukan harus terukur.
Untuk mengerjakan data pengukuran dengan
beberapa alternatif rumus yang telah dikemukakan di atas akan memungkinkan
banyak kesalahan dalam perhitungan. Hasil-hasil dari perhitungan dengan
pemakaian rumus di atas apabila tidak tepat dalam menginterpretasi keadaan di
lapangan maka akan menyebabkan penyimpangan yang besar dari ketebalan
sebenarnya di lapangan.
Rumus dari perhitungan ketebalan secar
umum, yaitu :
T
= w (sin b.cos a
+ cos b.sin
d
)
Dengan
catatan bila kemungkinan kemiringan lereng dan kemiringan lapisan searah maka
salah satu dari beta dan gama harus negatif (yang negatif adalah angka yang
lebih kecil). Kemudian apabila perhitungan ketebalan tersebut tanpa
memperhatikan kemiringan lereng, kemiringan lapisan searah atau berlawanan arah
dan apakah beta lebih besar dari gama atau sebaliknya, amak digunakan rumus :
T
= w (sin b.cos a
- cos b.sin
d
.cos (D – R)
Kedalaman
Kedalaman : jarak
vertikal dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah terhadap
suatu titik, garis, atau bidang. Biasanya menjadi acuan untuk melakukan suatu
pengeboran.
Secara garis besar,
masalah-masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan/ dibagi berdasarkan cara
perhitungannya menjadi:
a. Perhitungan
berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus perlapisan
b. Perhitungan
berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus perlapisan
2.2.2.a.
Pengukuran kedalaman pada arah lintasan tegak lurus jurus lapisan
1. Medan datar/ topografi tidak
berrelief
d
= l tg α
Keterangan:
d
: kedalaman
l:
panjang lintasan
α
: Dip/ kemiringan batuan
β
: slope/ kemiringan lereng
2. Medan/ topografi dengan slope
a. Dip searah dengan slope
d
= l (cos b.tg a - sin b)
b. Dip berlawanan arah dengan slope
d
= l (cos b.tg a + sin b)
2.2.2.b.
Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan
1. Dip searah dengan slope
d
= l (tg a.cos b.sin
d
- sin b)
2. Dip berlawanan arah dengan slope
d
= l (tg a.cos b.sin
d
+ sin b)